top of page

Merbabu, The Rockstar!

Menurut beberapa orang, mendaki merbabu itu susah, sama seperti apa yang Ayah saya katakan, "Merbabu itu terjal loh mbak, terus susah air juga." Tetapi menurut beberapa sumber blog, mendaki merbabu adalah suatu hal yang menyenangkan, cocok juga untuk pemula. Dan saya pun termakan oleh tulisan itu.

Gunung Merbabu.

Gunung cantik yang memiliki sejuta pesona untuk didaki dan jelajahi. Pendaki mana yang tak tahan melihat cantiknya si "wanita" yang selalu menawan dan memanjakan mata ini, termasuk saya dan teman saya, Laily. Dari jauh hari kami telah mempersiapkan segalanya dan berencana mendaki merbabu pada musim panas. Berkali kali memastikan tiket kereta atau mengecek blog blog sekitar seraya terus berharap bahwa jalur pendakian gunung merbabu tidak berubah menjadi terjal seketika. Padahal, memang sudah terjal.

13 jam jauhnya dari ibukota, yaitu Jogjakarta. Tiba sekitar subuh, kami pun bersiap ditemani sarapan seharga Rp10.000 lalu dilanjuti dengan bis ke boyolali selama 2 jam. Setibanya di perbatasan Boyolali dan Klaten langsung dilanjuti dengan mobil pick-up selama 1 jam.

Memulai Pendakian

Setelah mempersiapkan segalanya, kami pun memulai pendakian sekitar jam 14 atau jam 2 sore. Semua sudah dipastikan, termasuk prosedur pendaftaran hingga strategi saat menanjak nanti. Saya dan Laily ditemani oleh kakak kakak yang berasal dari Jombang dan Surabaya yaitu Kak Eko, Arif, Nanik, Bayu, Riska, Vita, Danang, Angga, dan Kak leader, Kak Harits.

Basecamp adalah start awal kami. Ketinggiannya sudah mencapai 1800-an mdpl dengan pemandangan hutan cemara gunung dan akasia. Jenis tanah gembur yang berwarna merah kecoklatan. Terkadang dapat memudahkan pendakian namun terkadang dapat menyulitkan saat basah karena licin.

Trek awal menanjak sekitar 30 derajat dan punggung mulai merintih sakit. Pada saat ini sangat diperukan kedisiplinan yaitu istirahat secukupnya saja karena pada jalur ini dirasa yang paling berat karena panjang dan akan memakan waktu yang lama jika kita mengikuti ego yang ingin terus istirahat. Namun dilain hal kita juga harus menyimpan tenaga karena ini baru permulaan.

POS I

Dari Basecamp ke POS I membutuhkan waktu 1 jam (normal 2,5 jam), karena tour leader kami sangat disiplin. POS I adalah tanah lapang di bawah pohon dan cukup untuk tempat istirahat para pendaki.

Perjalanan ke POS II lebih ringan sedikit dari POS I karena setelah tanjakan masih ada beberapa trek landai dimana kita dapat mengatur nafas. Pemandangan sekitar masih berupa hutan pinus dengan jurang di sebelah kanan dan menawarkan pemandangan bukit. Pada saat ini saya dapat mendengar suara cuitan burung yang saya kira adalah suara pluit dari pendaki lain.

POS II

Masih sama dengan POS I, POS II adalah tanah lapang di bawah pohon, untuk mencapai POS II, kita harus menaiki tanjakan terjal 60 derajat yang cukup menguras tenaga. Estimasi waktunya adalah 1 jam dari POS I.

POS III

Sebelum ke POS III terdapat satu pos bayangan yang dapat menjadi tempat istirahat sejenak. Jalur yang dilewati sudah lebih terjal dari sebelumnya karena terdapat beberapa tanjakan yang mengharuskan kita harus berjalan merangkak. Hutan pun sudah mulai terbuka dan angin sudah mulai kencang. Di POS III pendaki juga dapat mendirikan tenda karena POS III merupakan tanah lapang yang cukup luas. Waktu yang ditempuh ke POS III dari POS II adalah 1 jam.

Sabana I

Selanjutnya adalah sabana yaitu padang yang lebih luas. Perjalanan dari POS III ke Sabana I terasa paling berat dan paling menguras emosi karena keadaan mulai hujan embun dan hari mulai gelap. Yang menambah berat adalah kabut yang turun membuat jalur tidak terlihat bahkan dengan cahaya senter. Bahkan di jalan ini, kami hanya bisa naik tiga langkah lalu beristirahat menunggu kabut pergi. Oleh karena itu di jalan ini kami menghabiskan sekitar 2 jam.

Tiba di Sabana I, ada cerita menarik, yaitu saya yang ikut nyanyi dengan pendaki lain yang tidak saya kenal. Kala itu saya sangat lelah dan emosi saya campur aduk, jadi mereka bingung mengapa saya ikut bernyanyi. Salah lirik pula.

Malam saya dan tim lewati di Sabana I, kami memasak indome (ini enak bgt sumpah) dan menikmati cahaya bintang. Polusi cahaya yang sangat kecil membuat bintang terlihat jelas dan banyak. Membuat kolerasi kolerasi indah dan sangat boost mood saya saat itu. Karena itu lah salah satu alasan mengapa saya mendaki (gue ga ngambil gambar karena hp gembel gabisa atur aperture atau shutter speed)

Sabana II

Dari sabana I ke sabana II cukup mudah menurut saya, hanya tanjakan biasa. Walaupun menguras tenaga, namun dengan segala cahaya kota di malam hari yang berkolaborasi dengan bintang bintang, kamu akan lupa kalau kamu lagi menanjak. Pada saat itu saya berangkat sekitar jam 2 pagi.

Sabana II adalah tanah lapang yang hampir sama dengan sabana I dan digunakan pendaki untuk mendirikan tenda dan bermalam. Vegetasi hampir semua rerumputan di lahan terbuka dan bunga edelweis yg cantik. Membutuhkan waktu sekitar 45 menit dari Sabana I.

Puncak

Hal terberat adalah jalan menuju puncak, orang orang memanggilnya tanjakan putus asa. Singkat cerita saya pun salah satu orang yang putus asa kala itu, karena tiba tiba saya menderita mual dan kekurangan banyak energi. Jalan tiga langkah, lalu berhenti selama 15 menit, sangat merugikan tim yang sedang summit attack. Sempat terbesit untuk tidak melanjutkan summit dan berdiam di sana hingga tim kembali pulang dari puncak. Namun kembali, berkat kedisiplinan tour leader dan segala doa yang tak henti saya ucapkan. Kala itu saya melihat sinar matahari pertama tanggal 24 Juli 2016 di Puncak Trianggulasi, 3142 Mdpl. Alhamdulillah

Banyak hal yang dapat dipelajari dari pengalaman saya. Hal yang perlu digaris bawahi adalah jangan menganggap sebelah mata kegiatan mendaki dan jangan meremehkan latihan fisik sebelum pergi. DAN MAKANLAH MAKANAN YANG BERGIZI CUKUP UNTUK MENDAKI.

Estimasi biaya :

1. Bus Rosalia Indah Depok - Jogja Rp.160.000

2. Open Trip (sudah termasuk kendaraan jogja-selo dan makan selama di bawah gunung, tenda, dan alat makan) Rp. 310.000

3. Kereta Jogja - Jatinegara Rp. 380.000 (tapi saya gratis berkat Laily, makasih Laily dengan cinta)

Ini adalah pengalaman gunung pertama saya, bagaimana denganmu?

Satu hal lagi, jangan menganggap remeh gunung merbabu via selo ya, karena terjal. Saya ulangi, terjal. Dan tidak cocok untuk pemula banget seperti saya.

Recent Posts

Follow Us

  • Black Facebook Icon
  • Black Twitter Icon
  • Black LinkedIn Icon
  • Black Instagram Icon
  • Black YouTube Icon
bottom of page