top of page

Banyuwangi? Yes, Please.

Pernahkah anda berplesir ke Bali?

Kalau sudah pernah, mungkin Banyuwangi sedikit tidak asing di telinga anda sebab kota ini terletak tidak jauh dari Bali. Ya, Banyuwangi adalah kota paling timur di Pulau Jawa, yang mana adalah gerbang untuk ke Pulau Bali.

Eits, namun Banyuwangi gak bisa dianggap sebelah mata loh, karena seperti slogannya Majestic Banyuwangi, kota ini benar benar megah dengan menyuguhkan keindahan alam, budaya, dan makanannya, tentu saja.

Saya berkesempatan backpacking ke kota ini sekitar dua tahun lalu, tepatnya pada awal Juli 2017. Bersama teman berpetualang saya, Laily, kami pergi menggunakan transportasi darat yaitu kereta api. Saat itu Laily pergi menggunakan kereta Matarmaja dengan relasi Pasar Senen - Malang. Sementara itu, saya menaiki kereta yang sama dari Stasiun Solo Jebres karena pada saat itu posisi saya berada di Kota Solo. Setelah perjalanan selama 16 jam untuk Laily, kami akhirnya tiba di Stasiun Malang dan checkout keluar stasiun untuk menunggu kereta selanjutnya menuju Banyuwangi. Selama waktu senggang tersebut kami makan Soto Malang di luar stasiun dan duduk - duduk sejenak di taman kota tepat di depan stasiun.

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menggunakan kereta api Tawang Alun menuju Stasiun Karangasem. Kereta ini menempuh perjalanan selama 7 jam. Kami tiba di Banyuwangi sekitar pukul 23 malam, pada saat itu area stasiun telah sepi dan ternyata tidak ada kendaraan umum ke pusat kota, alhasil kami memutuskan untuk bermalam di Masjid setempat, alhamdulillah nyaman dan aman.

Keesokan paginya kami langsung mencari rental motor dan akhirnya kami menemukan Rumah Singgah Banyuwangi dan Basecamp Kawah Ijen. Setelah kami negosiasi dan mengobrol, akhirnya kami dapat menyewa motor matic dan menitipkan sebagian barang kami di Rumah Singgah.

Taman Nasional Baluran

Sarapan kami adalah bekal dari bibi saya ketika saya pergi dari Solo. Alhamdulillah saat itu kami dapat sarapan nasi, tempe ikan asin, serta ikan bandeng. Setelah sarapan kami pun langsung berangkat ke Taman Nasional Baluran. Jarak ke TN ini adalah sekitar 50km dan memakan waktu tempuh selama satu setengah jam. Pintu masuk Taman Nasional ini berada pada kanan jalan di perbatasan Banyuwangi dan Situbondo. Setelah melakukan registrasi simaksi, kami langsung tancap gas memasuki kawasan Taman Nasional ini, tujuan kami selanjutnya adalah Pantai Bama!

Dari Visitor Center Baluran National Park, kami menempuh jalan sejauh 14 km dengan jalan (pada saat itu, 2017) masih aspal rusak. Kami melewati hutan dengan vegetasi yang bervariasi hingga tiba di Hutan Evergreen, yaitu jalan dimana pemandangan kanan kiri adalah hutan hijau dengan daun lebat. Setelah melewati Hutan Evergreen, kami menemukan Savana Bekol. Panorama yang ditawarkan adalah savana yang sangat luas dengan pemandangan Gunung Baluran di belakang. Di Savana Bekol, kami menaiki gardu pandang untuk aktifitas birdwatching dimana jenis burung yang teramati sangat banyak. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Bama.

Gardu Pandang pada Savana Bekol

Savana Bekol dengan landmark khasnya berupa tengkorak hewan

Sesampainya di Pantai Bama, kami langsung berenang karena pada saat itu lokasi sangat sepi pengunjung, hanya monyet saja yang ramai. Sayangnya, kayak dan snorkel pada saat itu sedang rusak sehingga kami tidak bisa menyewanya. Kami pun ditemani oleh kumpulan monyet yang rusuh dan nakal, hingga puncaknya kami harus menggunakan senjata mainan agar mereka takut dan tidak mengganggu kami lagi, huh ada ada saja.

Setelah kami menikmati pantai dan bersantap siang, kami akhirnya kembali mengingat malam itu kami harus pergi ke Ijen. Sepanjang jalan pulang, kami ingin sekali melihat kawanan rusa dan banteng. Akhirnya ada seekor rusa yang malu malu menampakkan dirinya dan seekor banteng yang hampir menyeruduk motor kami!! Wah, pengalaman yang luar biasa bisa melihat binatang pada habitat aslinya.

Kami pun kembali ke kota dan bersiap untuk melakukan perjalanan ke Gunung Ijen.

Kawah Ijen

Perjalanan ke Kawah Ijen kami lakukan pada sore hari dengan rute sepanjang 40 km dari Stasiun Karangasem. Anda tidak perlu khawatir, karena sudah banyak papan petunjuk jalan yang mengarahkan anda ke Kawah Ijen.

Kami beristirahat di warung terakhir, karena kondisi yang sudah gelap dan kami hanya satu motor berdua, kami memutuskan untuk membujuk pendaki lain agar konvoi. Jujur disini saya sangat takut karena kondisi jalanan yang hutan berkabut (namun jalanan beraspal). Akhirnya kami ditemani oleh pendaki asal Gempol, Banyuwangi. Kami pun sampai di Basecamp Paltuding dengan aman.

Sesampainya di Paltuding, kami mendirikan tenda dan membeli nasi goreng di warung. Fasilitas yang tersedia di area ini pun cukup lengkap dengan kamar mandi yang bersih dan nyaman, camp area, serta warung - warung penjajah makanan. Setelah tidur sebentar, kami pun melakukan pendakian pada pukul 3 pagi, dimana bintang sedang cantik cantiknya.

Trek pendakian Kawah Ijen terbilang agak sulit dimana jalannya akan menanjak sekitar 3 kilometer jauhnya. Alhamdulillah, kami sempat menyaksikan fenomena blue fire sembari menunggu matahari terbit. Blue fire adalah fenomena alam khas Kawah Ijen yang hanya terdapat pada dua tempat di dunia dan salah satunya Ijen.

Terdapat penambang sulfur yang lalu lalang tanpa menggunakan masker (prosedur mitigasi yang benar) dan tak lupa menawari kami hasil tambangnya, yaitu sabun sulfur! Lucunya teman saya Laily, diberikan secara cuma - cuma sabun sulfur berbentuk kura - kura! Terimakasih pak! Satu keunikan lain yaitu dimana para penambang ini juga menawarkan jasa angkut para wisatawan dengan gerobak biasa mereka membawa hasil tambangnya, harganya kisaran 200.000 rupiah.

Setelah kami menikmati indahnya Kawah Ijen yang berwarna tosca dengan semburat jingga khas matahari terbit, kami pun kembali ke kota Banyuwangi pada pukul 8 pagi.

Kawah Ijen yang berwarna tosca

Gunung Raung yang terlihat dari puncak Ijen

Sesampainya di Stasiun Karangasem pukul 14 siang hari, tadinya rencana kami adalah pergi ke pulau merah untuk camping, namun karena kami berdua kelelahan, akhirnya kami memutuskan untuk mengejar sunset di Pantai Watudodol. Kami pun menghabiskan sisa liburan kami di Banyuwangi dengan berjalan jalan di sekitar pusat kota, ke alun alun dan jajan jajanan khas Banyuwangi.

Kami bermalam di Rumah Singgah dengan tarif seikhlasnya. Keesokan harinya, kereta kami berangkat dari Stasiun Karangasem pukul 14 dengan menggunakan Probowangi menuju Stasiun Surabaya Gubeng. Kami pun lanjut kereta dari Surabaya Pasar Turi ke Semarang Tawang dengan menggunakan kereta Kertajaya lalu melanjutkan lagi ke Jatinegara dengan menggunakan kereta Argo Sindoro.

Sunset di Pantai Watudodol, Pantai bersih yang memiliki ciri khas pasir bebatuan hitam

Taman Nasional Bali Barat yang terlihat dari makam di atas bukit (sebrang Watudodol)

Rincian Biaya :

1. Kereta Matarmaja Rp 109.000

2. Kereta Tawang Alun Rp. 62.000

3. Motor (Nyewa) Rp. 70.000 per hari

4. Simaksi Baluran Rp. 15.000 per orang dengan motor 5.000

5. Simaksi Kawah Ijen Rp. 5.000 per orang dengan parkir motor 5.000

6. Parkir Watudodol Rp. 2.000

7. Kereta Probowangi Rp. 56.000

8. Kereta Kertajaya Rp. 145.000

9. Argo Sindoro Rp. 300.000

10. Homestay di Rumah Singgah Rp. 50.000 (seikhlasnya)

Recent Posts

!

Follow Us

  • Black Facebook Icon
  • Black Twitter Icon
  • Black LinkedIn Icon
  • Black Instagram Icon
  • Black YouTube Icon
bottom of page